Teori Belajar Humanistik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Belajar merupakan proses perubahan perilaku.Perilaku yang dimaksud dapat berwujud perilaku yang tampak ( overt behavior ) atauperilaku yang tidak tampak ( inert behavior ).Banyak teori – teori belajar dalam teori behavioristik ini yang harus diketahui.Oleh karena itu pemateri ingin membahas tuntas tentang teori Behavioristik ini.

B.     RUMUSAN MASALAH
Apa saja teori – teori belajar dalam teori belajar Behavioristik.

C.     TUJUAN
a).    Dapat menjelaskan pandangan Behaviorisme tentang belajar
b).    Dapat menjelaskan teori - teori belajar dalam teori balajar Behavioristik
c).    Dapat menjelaskan Prinsip – Prinsip belajar


BAB II
PEMBAHASAN
A.                PANDANGAN TENTANG BELAJAR

Kata belajar merupakan istilah yang tidak asing dalam kehidupan sehari-hari.
Namun rumusan batasan belajar oleh para ahli sukar untuk mecapai kesamaan yang mutlak. Namun demikian aktifitas proses belajar manusia akan berlangsung terus-menerus sepanjang waktu, setiap kali manusia berinteraksi dengan lingkungan (Stimulus), dam manusia akan mereaksinya (merespon) guna mencapai  Hasil Belajar (proses perubahan perilaku)
.
Skinner (1958)  Ada 2 wujud perubahan perilaku :

No
Jenis Perubahan
Wujud Perilaku
1
Ovent Behavior
Menulis, Memukul, Menendang
2
Innert behavior
Berfikir, Bernalar, dan Berkhayal

Skinner (1958)  Proses Perubahan perilaku  :

1.       Perubahan perilaku yang diperoleh dari hasil belajar :
 Sifatnya permanen, dalam arti perubahan perilaku akan bertahan dalam waktu yang relatif lama, sehingga pada sewaktu-waktu perilaku tersebut dapat dipergunakan untuk merespon stimulus yang sama atau hampir sama.

2.      Perubahan perilaku tidak dari hasil belajar :
Tidak semua perubahan perilaku perwujudan dari hasil belajar, Misalnya seorang menarik jarinya secara reflektif karena terkena api.

3.      Perubaha perilaku oleh factor kematangan :
Misalnya seorang anak 9 bulan dapat berjalan karena telah mencapai kematangan untuk berjalan.
            Aspek Penting yang dikemukakan oleh aliran Behavioristik dalam belajar adalah bahwa hasil belajar itu tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia  (insight). Tetapi karena Faktor Stimulus Yang Menimbulkan Respons.Untuk itu, stimulus harus dirancang secara menarik dan spesifik sehingga mudah di respons dengan baik oleh siswa.
B.            Teori Belajar Classical Conditioning

Teori Belajar Classical Conditioning  dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936) seorang psikolog asal rusia. Pavlov mempelajari bagaimana hewan pecobaanya menjadi terkondisi untuk berliur walau tanpa diberi makanan.
Menurut Pavlov, apabila hewan ini mengeluarkan air liur karena melihat makanan, respon ini bersifat alamiah  (alami). Di sebut respon alami karena respons ini tidak berkondisi dan ( unconditioned response) dan stimulusnya juga disebut stimulus alamiah. Apabila bila hal tersebut di visualisasikan akan terlihat dalam gambar sebagai berikut :

            Persoalan yang muncul dalam eksperimen Pavlov adalah apakah bunyi bel dapat menimbukan air liur pada hewan percobaannya.!?Apabila hal ini terjadi, maka bunyi bel berkedudukan sebagai stimulus berkondisi (conditioning stimulus/CS) dan respons yang berwujud keluaranya air liur disebut respon yang berkondisi (conditioning responsive/ CS).Untuk memoerhatikan persoalan tersebut, selanjutnya Pavlov mengadakan penelitian secara intensif.
                  Untuk menimbulkan respon berkondisi ditempuh dengan jalan memberikan stimulus berkondisi berbarengan atau sebelum diberikan stimulus alamiah. Pemberian stimulus-stimulus tersebut dilakukan berulang kali, sehingga pada akhirnya akan terbentuk respons berkondisi ( mengeluarkan air liur ), sekalipun tidak diberikan stimulus alamiah (daging).

                                 
            Pada akhir percobaan ( akhir pengondisian) penyaji stimulus berkondisi (bunyi bel ) ternyata menghasiakan respons berkondisi (mengeluarkan air liur ). Dalam ha ini stimulus  berkondisi (bel) tidak disajikan secara bersamaan dengan stimulus alamiah (daging).

         Dari ketiga tahpan eksperimen tersebut dapat dijelaskan bahwa :
1.    Apabila stimulus aamiah (daging) disajikan dihadapan hewan percobaan, maka hewan itu akan membentuk respons alamiah (mengeuarkan air liur)
2.    Apabila stimulus berkondisi (bel) diberikan setelah diberikan stimulus alamiah, maka respons berkondisi tidak akan terbentuk.
3.    Respons berkondisi akan terbentuk apabila stimulus berkondisi diberikan sebelum atau bebarengan dengan stimulus alamiah.

                  Di dalam eksperimen ini juga dapat dijelaskan bahwa apabila di dalam diri hewan percobaan telah terbentuk CR terhadap CS, maka stimulus yang mirip dengan CS juga akan menimbulkan CR. Hal ini terjadi karena adanya kemiripan CS baru dengan CS lama yang menimbulkan CR. Peristiwa ini disebut dengan prinsip generalisasi (generalization). Misalnya, suara bel diganti dengan suara sirine, hehan percobaan akan tetap mengeluarkan air liur. Kemudian apabila penyajian CS dilakukan secara berulang ulang tanpa diikuti oleh penyajian UCS (uncoditioning stimulus), maka CR semakin lama semakin menghilang.Peristiwa ini disebut dengan kepunahan (extinction). Misalnya, setiap kali dibunyikan bel dan tanpa disertai dengan pemberian makanan, maka hewan percobaan tidak akan mengeluarkan air liur.

      Pavlov melanjutkan eksperimen dengan menyajikan stimulus bervariasi.Dengan pemberian stimulus bervariasi.Dengan pemberian stimulus yang bervariasi, apakah hewan peliharaan dapat membedakan stimulus yang disertai dengan penguatan dan yang tidak diberi penguatan. Pavlov menggunakan 2 buah lampu dalam melakukan eksperimen, yaitu lampu bewarna merah disertai dengan pemberian makanan sebagai stimulus alamiah ( sebagai penguat ), dan lampu hijau tidak disertai  dengan pemberian makanan. Stimulus tersebut diberikan berulang kali kepada hewan percobaan. Dan eksperimen tersebut terbukti bahwa hewan percobaan tersebut terbukti bahwa hewan akan mengeluarkan air liur apabila melihat lampu merah sekalipun tidak diberi makanan, karena sudah terbentuk respon terkondisi (CR). Sebaliknya, ketika melihat lampu hijau dinyalakan, hewan percobaan tidak mengeluarkan air liur, karena berdasarkan pengalaman yang diperoleh, munculnya lampu hijau ternyata tidak diberi makanan.


      Dari eksperimen tersebut Pavlov menarik kesimpulan yang kemudian dijadikan sebagai prinsip belajar, yaitu bahwa dalam diri hewan percobaan akan terjadi pengkondisian selektif berdasar atas penguatan selektif. Dalam arti, Hewan percobaan dapat membedakan stimulus yang disertai dengan penguatan dan stimulus yang tidak disertai dengan penguatan.
      Karya Pavlov dalam bereksperimen tersebut menekankan pada aspek pengamatan dan pengukuran, serta penggalian aspek-aspek belajar sehingga dapat membantu penelitian tentang belajar secara ilmiah.

C.    Operant Conditioning
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar.Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
1.Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
2.Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4.Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5.dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.\
6.Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7.Dalam pembelajaran digunakan shaping.

D.                Modeling Dan Observational Learning
Menurut bandura,teori belajar yang dikembangkan oleh Skinner menekankan pada efek dari konsekuensi perilaku, dan tidak mamandang pentingnya modeling, yakni meniru perilaku orang lain dan pengalaman yang dialami oleh orang lain, atau meniru kebrhasilan kegagalan dari orang lain. Bandura juga mngembangkan empat tahap melalui pengamatan.
1.    Tahap perhatian, di tahap ini seorang individu memperhatikan model yag menarik, berhasil, atraktif, dan populer. Dari sini individu akan dapat meniru bagaimana cara berpikir dan bertindak. Seorang guru disini akan menjadi sebuah obyek yang akan diperhatikan siswanya dan akan ditiru sehingga guru harus pandai dalam memotivasi dan menyampaikan petunjuk dengan menarik dan jelas.
2.    Tahap retensi, di tahap ini seorang guru telah mendapatkan perhatin dari siswa,guru memodelkan suatu perilaku yang akan ditiru oleh siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktikan model yang ditampilkan oleh guru tersebut.
3.    Tahap reproduksi, dalam tahap ini siswa mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku model.
4.    Tahap motivasional, dalam tahap ini siswa akan menirukan model karena merasakan bahwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan.
individu dalam melakukan ativitas belajar dapat dilakukan melalui memperhatikan pengalaman dari orang lain(vicarius learning). Dalam kegiatan belajar ini individu melakukan dengan cara mengamati orang lain yang memperoleh penguatan atau hukuman.kegiatan ini dapat disebut juga kegiatan pengamatan yang termotivasi oleh suatu harapan bahwa dengan meniru suatu model akan memperoleh suatu pembelajaran.
Konsep penting lainnya dari teori belajar melalui pengamatan adalah pengaturan diri (self-regulation). Dalam kegiatan ini individu mengamati perilakunya sendiri, menilai perilakunya sendiri dengan standar yang dibuatsendiri, dan memperkuat atau menghukum diri sendiri apabila berhasil ataupun gagal dalam berperilaku.keberhasilan dan kegagalan yang diperoleh itu akan diukur dengan harapan tertentu sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan.
E.     Teori Koneksionisme
Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari rumpun Berhaviorisme.Teori belajar koneksionisme dikembangkan oleh Edward L. Trhorndike (1874-1949). Menurut thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apasaja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Selanjutnya dalam teori koneksionisme ini Thorndike mengemukakan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1.      Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2.      Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3.        Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah  jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.


F.     Teori Modifikasi Perilaku Kognitif
Meichenbaum menyatakan bahwa individu dapat diajarkan untuk memantau dan mengatur perilakunya sendiri.Cara yang digunakan yaitu melatih individu yang terganggu emosionalnya untuk membuat dan menjawab pertanyaannya sendiri. Ada 5 tahap kegiatan belajar mandiri yang dikembangkan Meichenbaum, yaitu:
a. Model orang dewasa melakukan tugas tertentu sambil berbicara dengan keras (Modeling kognitif)
b. Anak melakukan tugas yang sama di bawah arahan pembelajaran dari model (Bimbingan eksternal)
c. Anak melakukan tugas sambil membelajarkan diri sendiri.
d. Anak membelajarkan dirinya sendiri dengan cara berbicara pelan pada saat melanjutkan tugas.
e. Anak melakukan tugas untuk mencari kinerja tertentu dengan melakukan percakapan diri sendiri.
Teori belajar modifikasi perilaku koginitif ini menekankan pada modeling percakapan diri sendiri secara meningkat berpindah dari perilaku yang dikendalikan oleh orang lainkepada perilaku yang dikendalikan oleh diri sendiri, di mana individu menggunakan percakapan diri sendiri pada waktu melaksanakan tugas.
G . TEORI BELAJAR CONDITIONING
Guthrie adalah seorang behaviorisme yang hidup pada tahun 1886 – 1959 yang menyatakan bahwa semua belajar dapt diterangkan dengan satu prinsip, yaitu prinsip asosiasi.Belajar merupakan suatu upaya untuk menetukan hukum – hukum. Bagaimana stimulus dan respon itu berasosiasi.Agar dua kejadian itu dapat  dihubungkan sehingga membentuk asosiasi ( dalam otak ), maka kedua kejadian itu harus terjadi pada waktu dan tempat yang kira – kira sama ( memiliki keterdekatan ).
Pendapat Guthrie yang menyatakan bahwa respon dapat menimbulkan stimulus untuk respons berikutnya, sangat populer dikalangan para ahli psikologi belajar.Menurut Guthrie perilaku manusia merupakan deretan perilaku yang terdiri atas unit – unit reaksi atau respon dari stimulus sebelumnya.Dengan kata lain, stimulus memperoleh respon, kemudian respon tersebut menjadi stimulus baru dan memperoleh respon baru, begitu seterusnya.
Pengubahan perilaku buruk yang terdapat pada diri seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara.Guthrie menyarankan tiga cara yang dapat digunakan, yaitu :
a).    Metode reaksi berlawanan ( incompatible respone method ).
Manusia merupakan organisme yang selalu mereaksi terhadap stimulus tertentu.Apabila suatu respon terhadap stimulus telah menjadi kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya adalah dengan jalan menghubungkan stimulus itu dengan respon yang berlawanan, atau dengan respon buruk yang akan dihilangkan.
b).    Metode Membosankan ( exchaustion method )
Dalam metode ini perilaku yang buruk itu dibiarkan terus sampai orang yang bersangkutan menjadi bosan dengan sendirinya.Dengan kata lain asosiasi antara stimulus dan respon yang buruk itu dibiarkan terus agar terjadi kepunahan dengan sendirinya.
c).    Metode pengubahan lingkungan ( change of environment method )
Metode ini dilakukan dengan cara memutuskan atau memisahkan hubungan antara stimulus dan respon yang akan dihilangkan.Aspek yang diubah yaitu stimulus yang menimbulkan kebiasaan buruk.
H. PRINSIP – PRINSIP BELAJAR
a.      Penguatan ( reinforcement )
Sebagai seorang behaviorisme, skinner menyatakan bahwa perilaku akan berubah sesuai dengan konsekuensi yang diperolehnya.Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku dan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku.Dengan kata lain , konsekuensi yang menyenangkan dapat meningkatkan frekuensi munculnya perilaku, sementara itu konsekuensi yang tidak menyenangkan akan mengurangi frekuensi perilaku.
Konsekuensi yang menyenangkan disebut sebagai penguat ( reinforces ),sementara itu konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut sebagai hukuman ( punishers ).Penguatan merupakan unsur yang penting didalam belajar, karena penguatan itu akan memperkuat perilaku.Menurut Skiner penguatan itu ada dua macam yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
Ø  Penguatan Positf
Sesuatu bila diperoleh akan meningkatkan probabilitas respon atau perilaku.Penguatan ini dibedakan menjadi dua macam yaitu :
·         Reinforcement positif primer, yakni penguat positif alami,seperti makanan.
·         Reinforcement positif sekunder, yakni stimuli yang berhubungan dengan Reinforcement positif primer, misalnya uang.Dalam hal ini uang dapat digunakan untuk memperoleh makanan.
Ø  Penguat Negatif
Sesuatu yang apabila ditiadakan dalam akan meningkatkan probabilitas respons.Dengan kata lain penguatan negative adalah merupakan hukum ( punishment ).Penguatan ini juga dibedakan menjadi dua, yaitu :
·         Reinforcement negatif primer, yakni penguatan yang alami, misalnya aliran listrik.
·         Reinforcement negatif sekunder, yakni stimuli yang berkaitan dengan Reinforcement negative primer, misalnya nyala lampu ( karena sebelum dikenai kejutan listrik, diberi lampu dulu ).
b.      Hukuman ( Punishment )
Konsekuensi yang tidak memperkuat ( dalam arti memperlemah ) perilaku disebut hukuman.Hukuman dimaksudkan untuk memperlemah atau meniadakan perilaku tertentu dengan cara menggunakan kegiatan yang tidak diinginkan.Dalam kegiatan belajar pemberian hadiah lebih efektif dalam mengubah perilaku seseorang dari pada hukuman.Oleh karena itu memberikan hukuman untuk memperlemah perilaku hendaknya diterapkan secara bijak.
c.       Kesegaran Pemberian Penguatan
Penguatan yang diberikan segera setelah perilaku muncul, akan menimbulkan efek terhadap perilaku yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan pemberian pemberian penguatan yang diulur – ulur waktunya.
d.      Jadual Pemberian Penguatan ( Schedule of reinforcement )
Penguatan dapat diberikan secara terus – menerus atau berantara.Jika setiap respon diikuti dengan penguatan, maka tindakan ini dinamakan pemberian penguatan secara terus – menerus.Sebaliknya, jika sebagian respon yang mendapatkan penguatan, maka tindakan ini dinamakan Pemberian penguatan secara berantara.Bagian respon yang diperkuat melalui penguatan berantara itu dapat didasarkan pada sejumlah respon yang dibuat oleh seseorang.
e.       Peranan stimulus terhadap perilaku
Penguatan yang diberikan setelah munculnya suatu perilaku sangat berpengaruh terhadap perilaku.Demikian pula stimulus yang mendahului perilaku, disebut juga anteseden perilaku, memegang peranan penting.Ada beberapa stimulus yang mempengaruhi perilaku, yaitu : Petujuk, diskriminasi, generalisasi.
Ø  Petunjuk
Petunjuk dinamakan anteseden karena akan memberikan informasi kepada setiap orang mengenai perilaku apa yang akan memperoleh hadiah dan perilaku apa yang akan mendapatkan hukuman.Kemampuan berperilaku dengan cara tertentu dalam menghadapi stimulus tertentu, dan berperilaku dengan cara lain dalam menghadapi stimulus lain disebut diskriminasi stimulus.
Ø  Diskriminasi
Diskriminasi dilakukan dengan cara menggunakan petunjuk, tanda atau informasi untuk mengetahui kapan suatu perilaku akan memperoleh kekuatan.Agar siswa dapat belajar diskriminasi tentang perilaku, mereka harus memperoleh balikan atas respon yang benar dan salah.
Ø  Generalisasi
Generalisasi pada setiap orang tidak dapat berlangsung begitu saja.Biasanya apabila program manejemen peruilaku berhasil diperkenalkan pada lingkungan tertentu, perilaku seseorang itu tidak secara otomatis akan menjadi baik dilingkungan yang lain.Agar generalisasi itu terjadi pada diri individu, maka generalisasi itu harus direncanakan.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi gunawanyuli blog.