BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan formal dirasakan urgensinya ketika keluarga tidak mampu lagi memberikan pendidikan yang wajar kepada anak-anaknya. Lembaga ini akhirnya diterima sebagai wahana proses kemanusiaan dan pemanusiaan kedua setelah keluarga.
Dalam perjalanannya, ternyata tidak ada pendidikan formal yang benar-benar netral. Ini ditandai dengan adanya praktek pendidikan yang kurang menghargai kebebasan siswa. Fenomena semacam ini disebut paulo Freire dalam The Politic of Education : Culture, Power, and Liberation (1980) sebagai praksis pendidikan yang membelenggu, bukan membebaskan. Menurut Freire, pendidikan yang membebaskan merupakan proses pendidikan yang mengkondisikan siswa untuk mengenal dan mengungkapkan kehidupan yang senyatanya secara kritis. Pendidikan yang membebaskan tidak dapat direduksi menjadi sekedar usaha guru untuk memaksakan kebebasan kepada siswa. Sementara itui, pendidikan yang membelenggu berusaha menanamkan kesadaran yang keliru kepada siswa sehingga mereka mengikuti alur kehidupan ini dan menerima realitas tanpa filter yang selektif.Hari ini, kebutuhan akan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sangat mendesak. Hal itu tidak dapat kita pungkiri karena terdapat suatu realitas dimana lembaga pendidikan formal, mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi mengalami kemajuan pesat secara kuantitatif. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah lulusan siswa dari tahun ketahun. Namun, disisi lain, kita dihadapkan kepada dilema berkaitan dengan masalah kemampuan profesional guru dalam mengelola kelas masih jauh dari harapan. Guru yang berperan sebgai inovator sangat jarang atau bahkan sama sekali tidak ada pada sekolah-sekolah tertentu. Sesungguhnya menjadi inovator sebagai penggagas kebijakan memang pekerjaan yang berat dan beresiko. Namun tanpa adanya inovator yang siap menaggung resiko juga akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kemajuan pendidikan kita serta hanya mampu mencetak generasi-generasi yang statis dalam berfikir dan lamban dalam bertindak.
B. Permasalahan
Bertolak dari latar belakang di atas, yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini meliputi :
1. Apa yang dimaksud dengan keputusan inovasi?
2. Apa saja model-model keputusan inovasi?
3. Apa saja Saluran-Saluran Komunikasi berdasarkan Tahapan-Tahapan dalam Proses Keputusan-Inovasi
4. Bagaimana priode keputusan inovasi?
C. Prosedur Pemecahan Masalah
Pembahasan mengenai ”Proses Keputusan Inovasi” ini, merupakan materi perkuliahan berupa penyusunan makalah sebagai tugas kelompok terhadap mahasiswa. Prosedur pemecahan masalah dilakukan dengan studi literatur, yaitu dengan menterjemahkan buku karangan Roger (sebagai sumber utama) beserta dilengkapi dengan sumber-sumber lain yang relevan, kemudian dipresentasikan di kelas dan dibahas dalam diskusi kelas.
D. Sistematika Uraian
Sistematika uraian makalah ini merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri Semarang. Seperti pada umumnya makalah terdiri dari tiga bagian yang meliputi bagian pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Bagian pendahuluan menguraikan masalah yang akan dibahas, meliputi latar belakang masalah, masalah, prosedur pemecahan masalah dan sistematika uraian. Bagian isi memuat uraian hasil kajian tentang ”Proses Keputusan Inovasi” yang diperoleh melalui studi literatur. Kemudian bagian kesimpulan merupakan kumpulan makna yang dapat dipetik dari hasil uraian atau pembahasan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui individu mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok keputusan inovasi dan merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain adalah dimulai dengan adanya ketidaktentuan tentang sesuatu.
B. Model Proses Keputusan Inovasi
Menurut Roger, proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap, yaitu tahap pengetahuan, tahapan bujukan, tahapan keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi.
1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat seorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Seseorang menyari atau membuka suatu inovasi tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif. Misalnya pada acara siaran televisi disebutkan berbagai macam acara, salah satu menyebutkan bahwa pada jam 19.30 akan ada siaran tentang metode baru cara mengajar
berhitung di sekolah dasar. Guru A yang mendengar dan melihat acara tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru tersebut, maka pada diri guru A tersebut sudah mulai proses keputusan inovasi pada tahap pengetahuan. Sedangkan Guru B walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak ada keinginan untuk tahu, maka belum terjadi proses keputusan inovasi.
Seseorang menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya tentu berdasarkan pengamatan tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhan pengamatannya tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhan, minat atau mungkin juga kepercayaaannya. Seperti contoh Guru A tersebut, berarti ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia memerlukannya. Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan ia merasa butuh. Tetapi mungkin juga terjadi bahkan karena seseorang butuh sesuatu maka untuk memenuhinya diadakan inovasi. Dalam kenyataanya di masyarakat hal yang kedua ini jarang terjadi, karena banyak orang tidak tahu apa yang diperlukan. Apalagi dalam bidang pendidikan, yang dapat merasakan perlunya ada perubahan biasanya orang yang ahli. Sedang guru sendiri belum tentu mau menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaannya tugasnya. Sebagaimana halnya untuk dokter, manusia memerlukan makan vitamin, tetapi juga tidak menginginkannya, dan sebaliknya sebenarnya ingin sate tetapi menurut dokter justru sate membahayakan kita. Setelah seseorang menyadai adanya inovasi dan membuka dirinya untuk mengetahui inovasi, maka keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan hanya berlangsung pada tahap pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain bahkan sampai tahap konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek–aspek tertentu dari inovasi.
2. Tahap Bujukan (Persuation)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, sesorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadapa inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan berperan utama bidang afektif atau perasaan. Sesorang tidak dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterinmanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi.
Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada kemampuan untuk untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situsai yang ada. Untuk mempermudah proses mental itu, perlu adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaannya inovasi, jika mungkin sampai pada konsukuensi inovasi.
Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahap persuasi akan mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan kata lain ada kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi. Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dan aktifitas masih ada jarak. Orang menyenangi inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara pengetahuan-sikap, dan penerapan (praktik). Misalnya seorang guru tahu tentang metode diskusi, tahu cara menggunakannya, dan senang seandainya menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor: tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar, dan takut bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai batas waktu yang ditentukan. Perlu adanya bantuan pemecahan masalah.
3. Tahap Keputusan ( Decision )
Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecahkan menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima. Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang dan yang lain cukup memepercayai dengan hasil percobaan temannya.
Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataan pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya.
Ada dua macam penolakan inovasi yaitu : (a) penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah inovasi setelah melalui mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan terakhir menolak inovasi, dan (b) penolakan pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara pengetahuan, persuasi, dan keputusan inovasi sering berjalan bersamaan, satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Bahkan untuk jenis inovasi tertentu dapat terjadi urutan : pengetahuan - keputusan inovasi - baru persuasi.
4. Tahap Implementasi ( Implementation )
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputussan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
Tahap implementasi berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri. Tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu sudah melembaga atau sudah menjadi hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak merupakan hal yang baru lagi.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara inovasi yang sangat komplek dan sukar dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami inovasi karena sukar untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang memungkinkan berbagai kemungkinan komunikasi, apabila inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat luas, kebanggaan akan inovasi yang dimiliki suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan reinvensi
5. Tahap Konfirmasi ( Confirmation )
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung tak terbatas. Selama dalam konfirmasi seseorang berusaha menghindri terjadinya disonansi paling tidak berusaha menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan karena terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga orang itu merasa tidak enak. Jika seseorang merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha akan menghilangkannya atau paling tidak menguranginya dengan cara pengetahuannya, sikap atau perbuatannya. Dalam hubungannya dengan difussi inovasi, usaha mengurangi disonanasi terjadi :
a) Apabila seseorang menyadari akan ssesuatu kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi hal ini pada terjadi tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
b) Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenagi inovasi, tersebut tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia akan berusaha untuk menerimanya, guna mengurangi adanya disonansi antara apa yang disenangi dan diyakini dengan apa yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi.
c) Setelah seseorang menetapkan menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya. Maka disonansi ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi (discontinuiting). Ada kemungkinan lagi seseorang telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian diajak menerimanya. Maka usaha mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi terlambat pada tahap konfirmasi).
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya bahkan sukar dipisahkan karena yang satu mempengaruhi yang lain. Sehingga dalam kenyataannya kadang-kadang sukar orang akan mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi, walaupun secara rasional diketahui adanya kelemahannya. Oleh karena sering terjadi untuk menghindari timbulnya disonansi, maka itu hanya berubah mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan kata lain orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi (selective exposure). Untuk menghindari terjadinya drop out dalam penerimaan dan imlementasi inovasi (discontinue) peranan agen pembaharu sangat dominan. Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah terpengaruh pada informasi negatif tentang inovasi.
C. Saluran-Saluran Komunikasi berdasarkan Tahapan-Tahapan dalam Proses Keputusan-Inovasi
Salah satu kepentingan dari lima tahap dalam proses keputusan-inovasi adalah membantu kita untuk memahami peran saluran-saluran komunikasi yang berbeda.
Seringkali sulit bagi kita untuk membedakan antara sumber pesan dan saluran yang membawa pesan tersebut. Sumber adalah individu atau institusi yang memberikan pesan. Sedang saluran adalah alat dimana pesan bergerak dari sumber ke si penerima. Para peneliti mengategorikan saluran-saluran komunikasi sebagai (1) bersifat interpersonal atau mass media, atau (2) berasal dari sumber lokal atau kosmopolit. Studi penelitian di masa lalu memperlihatkan bahwa saluran-saluran ini memainkan peran-peran berbeda dalam menciptakan pengetahuan atau membujuk orang-orang untuk merubah sikap mereka terhadap inovasi. Saluran media massa adalah alat-alat untuk menyampaikan pesan yang melibatkan media massa, seperti radio, televisi, surat kabar, dst yang memungkinkan sumber dari satu atau beberapa individu untuk menjangkau banyak audiens. Saluran interpersonal melibatkan pertukaran saling berhadapan antara dua individu atau lebih. Saluran-saluran ini memiliki efektifitas yang lebih besar ketika menghadapi resistansi atau apati.
D. Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi :
- Keputusan inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota sistem sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakikat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
- Keputusan inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan antara anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dinuatnya. Misalnya, atas kesepakatan warga masyarakat di setiap RT untuk tidak membuang sampah di sungai, yang kemudian disahkan pada rapat antar ketua RT dalam suatu wilayah RW. Maka konsekuensinya semua warga RW tersebut harus mentaati keputusan yang telah dibuat tersebut, walaupun mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu yang masih merasa keberatan.
- Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit pengambil keputusan misalnya, seorang pimpinan perusahaan memutuskan agar sejak tanggal 1 maret semua pegawai harus memakai seragam hitam putih. Maka semua pegawai sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh atasannya.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (individu memperoleh sebagian sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengambil alih keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi formal, seperti perusahaan, sekolah, perguruan tinggi, organisasi pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu.
Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung bagaimana pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan keputusan keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahwa keputusan opsional lebih cepat dari keputusan kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan dalam musyawarah antara anggota sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi tergantung pada berbagai faktor.
Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarluaskan suatu inovasi dapat juga berubah dalam waktu tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil (auto mobil seat belts). Pada mulanya pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada pemilik kendaraan yang mampu membiayai pemasangannya. Jadi menggunakan keputusan opsional. Kemudian pada tahun berikutnya peraturan pemerintah mempersyaratkan semua mobil baru harus dilengkapi dengan tali pengaman. Jadi keputusan inovasi pemasangan tali pengaman dibuat secara kolektif. Kemudian banyak reaksi terhadap peraturan ini sehingga pemerintah kembali kepada peraturan lama keputusan menggunakan tali pengaman diserahkan kepada tiap individu (tipe keputusan opsional).
BAB III
KESIMPULAN
Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilalui atau dialami oleh seseorang atau kelompok pengambil keputusan, mulai dari yang pertama kali tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan apakah ia menerima atau menolak untuk berinovasi, implementasi atau perwujudan dari inovasi, serta konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagsan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya.
Model proses keputusan-inovasi secara konseptual dapat dibagi kedalam lima tahap diantaranya:
1. Pengetahuan terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan) dihadapkan pada keberadaan inovasi dan memperoleh sejumlah pemahaman mengenai bagaimana berfungsinya.
2. Persuasi terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan lainnya) membentuk sikap yang mendukung atau tidak mendukung terhadap inovasi.
3. Keputusan terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan) terlibat dalam aktifitas-aktifitas yang menuntun pada pilihan untuk mengambil atau menolak inovasi.
4. Implementasi terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan lainnya) menggunakan inovasi.
5. Konfirmasi terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan lainnya) mencari pemantapan dari suatu keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi dia dapat membalikan keputusan sebelumnya jika dihadapkan pada pesan-pesan yang bertentangan mengenai inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
- Rogers EM ,Difusion of Inovation, Newyork : 1971
- saefudin, urip. (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung : ALFABETA.
- http://arifinmuslim.wordpress.com/2010/03/30/proses-keputusan-inovasi/
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi gunawanyuli blog.